Untuk bisa berbagi dan bermanfaat bagi orang lain, tidak harus memiliki harta berlimpah.
Itulah yang ditunjukkan oleh Heni Sri Sundani, perempuan muda asal Ciamis, Jawa Barat yang baru-baru ini masuk dalam daftar “top promising young leader and daring entrepreuners” di majalah Forbes.
Dia menjadi salah satu orang muda berusia di bawah 30 tahun yang masuk dalam kategori social entrepreuner.
Lewat program bertajuk AgroEdu Jampang Community, Heni yang merupakan mantan TKI di Hong Kong ini bersama suaminya mengajak para petani di beberapa desa di Bogor, Jawa Barat mengembangkan wisata pendidikan pertanian dan budidaya. Usaha ini dia mulai sejak tahun 2013 silam.
Tiap-tiap desa memiliki komoditas sendiri seperti Desa Jampang untuk budidaya ikan hias, Desa Pondok untuk budidaya ikan lele bioflok, Desa Kahuripan untuk budidaya tanaman organik dan hortikultura serta Kampung Lengkong Barang dengan budidaya ikan serta bisnis homestay.
Selain menjual hasil panennya ke konsumen seperti biasa, petani juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari sistem bagi hasil uang masuk pengunjung.
Tak hanya itu, petani juga bisa menjual langsung komoditas produksinya kepada para pengunjung. Biaya masuk untuk paket wisata sekitar Rp 100.000 per orang. Dari paket wisata ini saja, omzetnya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
“Program ini meningkatkan perputaran uang di daerah tersebut,” ujar perempuan kelahiran tahun 1987 ini.
Pengunjung wisata pendidikan ini biasanya pelajar dan mahasiswa. Musim ramai terjadi pada momen liburan. Dalam seminggu rata-rata ada sekitar 200 pengunjung yang datang. Kegiatan berbasis sosial ini bukan satu-satunya yang dia jalankan.
Ketika dia memutuskan pulang kampung ke Ciamis setelah enam tahun menjadi TKI di Hong Kong, Heni melihat kondisi perekonomian masyarakat di sana masih terbelit kemiskinan.
Heni lantas menggunakan sebagian lahan di rumahnya untuk membuat perpustakaan. Tak kurang dari 3.000 buku yang dibelinya selama menjadi TKI berjajar rapi di perpustakaannya. Tempat tersebut dijadikannya juga ruang belajar untuk anak-anak di sekitar rumahnya.
“Saya yakin bahwa dengan pendidikan mata rantai kemiskinan bisa diputus,” tutur perempuan yang hobi membaca dan menulis ini.
Bahkan ketika di Hong Kong, Heni sempat menjadi aktivis buruh migran Indonesia (BMI). Jejaring sosialnya yang luas membuat Heni mudah menghimpun dana untuk menjalankan berbagai program sosial seperti beasiswa, program lapak sembako murah, pembuatan MCK, pembuatan sumur bor, sunatan massal di berbagai daerah seperti Bogor, Ciamis, Tasikmalaya, dan Cilacap.
Sumber: kompas.com