Asesmen Nasional (AN) yang akan diselenggarakan pada 2021 masih menjadi tanda tanya besar di dunia pendidikan. Banyak warga pendidikan beranggapan bahwa AN hanya pengganti nama dari Ujian Nasional (UN) saja.
Hal lainnya yang juga menjadi perbincangan, kata Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) adalah perihal AN sendiri yang tidak memiliki landasan hukum. Beda seperti UN yang dipayungi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Tahun 2003.
’’UN diganti menjadi AN, dasar hukumnya apa? Kalau ini tidak ada dasar hukumnya, lalu di mana letak kepastian hukum. Itu fundamental,’’ jelas dia dalam siaran YouTube Pendidikan VOX Point, Senin (21/12).
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu memberikan penjelasan soal dasar hukum AN. Sebab, jika tidak ada landasan hukum, maka AN rentan digunakan tidak tepat.
’’Apakah pemerintah dalam aspek legalnya ini payung hukumnya misalnya permen, apakah permen bisa bertabrakan dengan UU dan PP, orang hukum pasti bilang itu tidak bisa,’’ jelasnya.
Pasalnya, UN saja yang memiliki landasan hukum, penerapannya tidak konsisten. Di mana seharusnya dilakukan evaluasi peserta didik, satuan pendidikan dan program pendidikan itu harus dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. Hal itu tidak dilakukan.
’’Memang tampaknya kita ini bangsa yang tidak konsisten. Ada aturan UU, PP tapi kadang-kadang implementasinya tidak konsisten. Ini saja yang dari 2003 sampai 17 tahun, kita nggak konsisten melakukan yang UN,’’ ujarnya. ’’Saya juga nggak ngerti itu 2003 sampai sekarang 2020, Model UN tidak dilakukan sesuai dengan UU, belum lagi memang UN juga banyak masalah aja, misalnya dianggap tidak mengukur apa yang seharusnya diukur, UN sendiri kurang memperhatikan disparitas pendidikan, UN tidak adil terkait dengan standar pendidikan nasional yang belum merata,’’ tuturnya.
Sumber: jawapos.com