Membumikan Al-Quran

Membumikan Al-Quran : Ust. Ahsanul Fuad Saragih, M.A.

YPSA.ID – Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur`ān, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ

{QS: Al-Baqarah[2]: 185}  بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَ اوِزُ تَرَاقِيَهُمْ ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ، ثُمَّ لاَ يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِه

“Akan keluar manusia dari arah timur dan membaca Al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat keluar dari agama sebagaimana halnya anak panah yang melesat dari busurnya. Mereka tidak akan kembali kepadanya hingga anak panah kembali ke busurnya”, (HR. Bukhari).

Penegasan bahwa al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, mengisyaratkan bahwa sangat dianjurkan untuk membaca dan mempelajari al-Qur’an selama bulan Ramadhan, dan yang mempelajarinya diharapkan dapat memperoleh petunjuk serta memahami dan menerapkan penjelasan-penjelasannya.

Karena dengan membaca Al- Qur’an ketika itu yang bersangkutan menyiapkan wadah hatinya untuk menerima petunjuk Ilahi berkat makanan ruhani bukan jasmani yang memenuhi kalbunya.

Bahkan jiwanya akan sedemikian cerah, pikirannya begitu jernih, sehingga ia akan memperoleh kemampuan untuk membedakan antara yang haq dan yang batil.

Umat Nabi Musa dan ‘Isa as. pun mendapat petunjuk melalui kitab suci, tetapi, Di antara mereka ada ummiyyun, tidak mengetahui al-Kitab kecuali amanf’ Begitu kecaman Allah yang diabadikan dalam Al-Quran.

 () وَمِنۡهُمۡ أُمِّيُّونَ لَا يَعۡلَمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ إِلَّآ أَمَانِيَّ وَإِنۡ هُمۡ إِلَّا يَظُنُّونَ

“Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak memahami Kitab (Taurat), kecuali hanya berangan-angan dan mereka hanya menduga-duga”, (QS. Al-Baqarah [2]: 78).

Ibn ‘Abbas menafsirkan kata “ummiyyun” dalam arti tidak mengetahui makna pesan-pesan kitab suci, walau boleh jadi mereka menghafalnya. Mereka hanya berangan-angan atau amany, dalam istilah ayat di atas, yang ditafsirkan oleh Ibn ‘Abbas dengan “sekedar membacanya”. Itulah yang diibaratkan al-Qur’an seperti “keledai yang memikul buku-buku”.

مَثَلُ ٱلَّذِينَ حُمِّلُواْ ٱلتَّوۡرَىٰةَ ثُمَّ لَمۡ يَحۡمِلُوهَا كَمَثَلِ ٱلۡحِمَارِ يَحۡمِلُ أَسۡفَارَۢاۚ بِئۡسَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

“Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim”, (QS. Al- Jumu’ah [62]: 5)

Al-Qur’an menjelaskan bahwa di hari Kemudian nanti Rasulullah saw. akan mengadu kepada Allah swt. Beliau berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku/umatku telah menjadikan al-Qur’an ini sebagai sesuatu yang mahjura”, (QS. al Furqan [25]: 30).

Kata ( مهجورا) mahjuran terambil dari kata (هجرا ) hajara yakni meninggalkan sesuatu karena tidak senang kepadanya. Nabi saw. dan kaum muhajirin meninggalkan kota Mekah menuju ke Madinah pada hakikatnya disebabkan oleh ketidaksenangan mereka bukan kepada kota Mekah, tetapi kepada perlakuan penduduk kota ketika itu yang menghalangi mereka melaksanakan ajaran agama Islam.

Menurut Ibn al-Qayyim, banyak hal yang dicakup oleh kata mahjuran ini antara lain:
a) Tidak tekun mendengarkan al-Qur’an.
b) Tidak mengindahkan halal dan haramnya – walau dipercaya dan dibaca.
c) Tidak menjadikannya rujukan dalam menetapkan hukum menyangkut Ushul ad-Din (prinsip-prinsip ajaran agama) dan rinciannya.
d) Tidak berupaya memikirkan apa yang dikehendaki oleh Allah swt.
yang menurunkannya.
e) Tidak menjadikannya obat bagi semua penyakit-penyakit kejiwaan.

Apakah ayat ini bisa terhubung dengan realitas yang disampaikan mantan Perdana Menteri Inggris William Ewart Gladstone (1809-1898M) ?

Dia pernah mengatakan:

“Percuma saja kita memerangi umat islam, dan mustahil kita mampu untuk menguasainya selama di dalam dada pemuda-pumada islam terdapat al-Qur’an. Dan tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Qur’an dari hati mereka, barulah kita akan menang dan menguasai mereka. Minum-minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad daripada seribu meriam. Maka itu, tanamkan ke dalam hati mereka cinta terhadap materi dan seks”.

(*)

Bagikan ke Media Sosial

Artikel Lainnya

Scroll to Top