YPSA.ID – umumnya para ahli mengatakan pembelajaran pada bayi terjadi setelah kelahiran, bukan sebelumnya. Para ahli mengatakan bahwa bayi Anda mungkin dapat mengingat suara dan rasa tertentu dari rahim setelah ia lahir.
Juga, bahkan jika mengajari bayi Anda yang masih dalam kandungan itu mungkin, hanya saja, masih sedikit bukti bahwa itu memiliki efek menguntungkan yang tahan lama. Di antara ahli yang sependapat dengan ini adalah F. Rene Van de Carr, seorang dokter kebidanan asal Amerika dan ilmuwan Annie Murphy Paul.
Van de Carr adalah presiden Prenatal University, sebuah lembaga nirlaba yang didirikannya pada tahun 1979. Filosofinya teorinya sederhana; berbicara dengan janin merangsang perkembangan otak dan mendorong pembelajaran pada masa bayi.
Tentu saja menurut Van de Carr, caranya tidak seperti orang dewasa mempelajari kata-kata, mengulanginya, mengenalinya dalam tulisan, dan menggunakannya dalam kalimat. Menurutnya, apa yang diketahui bayi, bergantung pada apa yang diajarkan kepada mereka, di dalam rahim.
Dimulai pada bulan kelima kehamilan ketika janin mulai menendang Van de Carr menyarankan agar calon orang tua berbicara dengannya setiap hari melalui megafon yang diarahkan ke perut ibu.
“Setiap orang tua seharusnya menggosok atau menepuk perut ibu saat janin menendang dan mengatakan hal-hal seperti, Hai, sayang, ini Mommy atau Daddy”, kata pria yang menulis buku “Kelas Prenatal” ini.
Pada bulan kesembilan, orang tua dianjurkan memainkan nada pada gambang, yang mereka identifikasi secara verbal melalui megafon. Termasuk kurikulum yang ia ajarkan adalah daftar 35 kata, termasuk ‘popok’, ‘bersendawa’, ‘jus apel’ dan ‘muntah’, yang harus digunakan orang tua setiap hari ketika mereka berbicara dengan janin mereka.
“Setelah beberapa kali, bayi berpikir, ‘Hei, suara-suara itu memiliki arti, dan bayi belajar bahwa kata-kata memiliki arti”, kata Van de Carr, yang percaya bahwa anak-anak berusia 2 tahun dapat mengingat saat dilahirkan. Bayi yang telah melalui programnya, catatnya, cenderung lebih sehat, lebih kuat, lebih tenang, lebih bahagia, dan lebih pintar.
Ilmuwan terkenal dan sukses, Annie Murphy Paul, menegaskan bahwa menurut penelitian baru-baru ini, seorang bayi sudah belajar sejak ia berada di dalam rahim ibu. Meskipun mungkin sulit untuk dipercaya, atau bahkan masih jarang ada pembahasan mengenai hal ini, pembelajaran ini juga merupakan salah satu hal yang paling penting bagi para orangtua.
Menurut Annie Murphy, bayi belajar suara, rasa, bau di dalam rahim. Mereka mengingat indera ini dan lebih menyukainya setelah mereka lahir.
Berikut ini 4 hal yang dipelajari bayi dari dalam kandungan, dikutip dari Bright Side.The American Association of The Advancement of Science pada tahun 1996 telah merangkum hasil penelitian sejumlah ilmuwan dalam bidang stimulasi pralahir dan bayi, antara lain sebagai berikut.
Dr. Craig dari University of Al-abama menunjukkan bahwa program-program stimulasi dini meningkatkan nilai tes kecerdasan dalam pelajaran utama pada semua anak yang diteliti dari masa bayi hingga usia 15 tahun. Anak-anak tersebut mencapai kecerdasan 15 hingga 30 persen lebih tinggi.
Dr. Marion Cleves Diamond dari University of California, Berkley, AS melakukan eksperimen bertahun-tahun dan mendapatkan hasil yang sama berulang-ulang bahwa tikus yang diberi stimulasi tidak hanya mengembangkan pencabangan sel otak lebih banyak dan daerah kortikal otak yang tebal, tetapi juga lebih cerdas dan lebih terampil bersosialisasi dengan tikus-tikus lain.
Selain itu, menurut F. Rene Van de Carr, dkk.. bahwa The Prenatal Enrichment Unit di Hua Chiew General Hospital, di Bangkok Thailand, yang dipimpin Dr. C. Panthuraamphorn, telah melakukan penelitian yang sama terhadap bayi pralahir, dan hasilnya disimpulkan bahwa bayi yang diberi stimulasi pralahir cepat mahir bicara, menirukan suara, menyebutkan kata pertama, tersenyum secara spontan, mampu menoleh ke arah suara orang tuanya, lebih tanggap terhadap musik, dan juga mengembangkan pola sosial lebih baik saat ia dewasa.
Keistimewaan-keistimewaan pendidikan anak dalam kandungan (anak pralahir) merupakan hasil dari sebuah proses yang sistematis dengan merangkaikan langkah, metode dan materi yang dipakai oleh orang tuanya dalam melakukan pendidikan (stimulasi edukatif) dan orientasi serta tujuan ke mana keduanya mengarah dan mendidik.
Bahkan dalam Islam, pendidikan pralahir ini hendaklah dimulai sejak awal pembuahan (proses nuthfah). Artinya, seorang yang menginginkan seorang anak yang pintar, cerdas, terampil dan berkepribadian baik (shaleh/salehah), ia harus mempersiapkan perangkat utama dan pendukungnya terlebih dahulu.
Adapun persiapan yang perlu dilakukan adalah memulai dan melakukan hubungan biologis secara sah dan baik, serta berdoa kepada Allah swt agar perbuatannya tidak diganggu setan dan sia-sia. Selain itu menggantungkan permohonan hanya kepada Allah semata agar dikaruniai seorang anak yang shaleh.
Setelah adanya proses nuthfah, atas kehendak Allah proses tersebut berlanjut menjadi mudhghah. Pada fase inilah tampak jelas adanya kehidupan seorang anak dalam rahim.
Perlakuan yang baik itu di antaranya memberikan pelayanan yang tepat terhadap anaknya yang masih dalam kandungan, tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang menimbulkan dampak negatif (baik fisik maupun psikis) terhadap anak dalam kandungan.
Secara umum, masa kehamilan ini berlangsung kurang lebih 9 bulan 10 hari. Berdasarkan Al Quran Surat Al-Mukminun ayat ke-14, masa kehamilan ada beberapa tahapan.
Pertama, tahap nuthfah, dimana calon anak masih berbentuk cairan sperma dan sel telur dan berlangsung selama 40 hari.
Kedua, tahap ‘alaqah, setelah berumur 80 hari, nuthfah berkembang bagaikan segumpal darah kental dan bergantung pada dinding rahim ibu.
Ketiga, tahap mudghah, sesudah kira-kira berusia 120 hari, segumpal darah tadi berkembang menjadi segumpal daging.
Pada saat itulah si janin sudah siap menerima hembusan ruh dari Allah SWT.
ثُمَّ خَلَقْنَا ٱلنُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا ٱلْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا ٱلْمُضْغَةَ عِظَٰمًا فَكَسَوْنَا ٱلْعِظَٰمَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَٰهُ خَلْقًا ءَاخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحْسَنُ ٱلْخَٰلِقِينَ
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha suci Allah, Pencipta yang paling baik”. (QS: Al-Mukminun: 14).
Pilih musik atau Al-Quran
Beberapa peneliti Barat telah mengembangkan penelitian terkait hubungan kecerdasan anak dengan pendidikan semasa dalam kandungan ibu. Apalagi tingkat stres yang tinggi pada ibu hamil dapat berdampak negatif pada perkembangan janin.
Karena itu peneliti Barat percaya musik dan nyanyian memiliki efek menenangkan pada ibu hamil dan bayi yang belum lahir dan berkontribusi pada bayi yang sehat dan bahagia di kemudian hari.
Mereka menyarankan ibu hamil rajin mendengarkan musik Beethoven, Mozart, Vivaldi atau Bach dengan harapan meningkatkan perkembangan anak mereka sebelum lahir.
Seperti ditulis di jurnal PLoS ONE, seorang peneliti Universitas Helsinki mengatakan, paparan musik di dalam rahim dapat memengaruhi masa kritis perkembangan otak.
“Hasil ini menunjukkan bahwa bayi mampu belajar pada usia yang sangat muda dan bahwa efek belajar tetap terlihat di otak untuk waktu yang lama.
Jakob Pietschig, Martin Voracek dan Anton K. Forman dari university of vienna, Austria telah melakukan penelitian tentang efek musik Mozart terhadap kecerdasan janin. Pietschnig dan kawan-kawannya mengumpulkan semua pendapat dan temuan para ahli terkait dampak musik Mozart terhadap tingkat intelegensi seseorang kemudian mereka membuat riset terhadap 3000 partisipator.
Berdasarkan penelitian terhadap ribuan partisipator itu, Pietschnig dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa tidak ada stimulus atau sesuatu yang mendorong peningkatan kemampuan spasial seseorang setelah mendengarkan musik Mozart.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bayi bisa menguasai beberapa kata yang terdengar saat dalam kandungan, penelitian kini dilakukan lebih mendalam, yakni dengan stimulasi kata yang lebih rumit.
Dalam Al-Quran disebutkan, sebelum lahir manusia telah mampu melakukan komunikasi dan persaksian dengan Allah Subhanahu Wata’ala.
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, (QS: Surat Al-Araf: 171).
Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir menjelaskan tafsir surat ini. Menurutnya, Allah setelah menciptakan nabi Adam mengusap punggungnya dan mengeluarkan keturunannya darinya, kemudian mengambil perjanjian atas mereka saat mereka berada dalam alam arwah.
Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, dalam Tafsir Al-Wajiz menjelaskan ini bahwa Allah menciptakan manusia beserta fitrahnya dengan bukti kauniyah atau yang nyata untuk menunjukkan dan menuntun kepada kebenaran dan pengenalan kepada Sang Penciptanya. Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka secara langsung.
Jadi sejak kita dalam kandungan ibunda kita usia 4 bulan ruh sudah masuk, Allah menyampaikan tawaran kepada kita untuk berkomitmen (perjanjian) kepada Allah. Sebagaimana juga ditegaskan dalam Surat Al-hadid.
وَمَا لَكُمْ لَا تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۙ وَٱلرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ لِتُؤْمِنُوا۟ بِرَبِّكُمْ وَقَدْ أَخَذَ مِيثَٰقَكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah padahal Rasul menyeru kamu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. Dan sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjianmu jika kamu adalah orang-orang yang beriman”, (QS: Surat Al-hadid: 8).
Berbagai peneliti menunjukkan bahwa ibu hamil yang banyak membaca, mendengarkan Al-Quran dapat memberikan dampak yang baik untuk janin atau bayi dalam kandungan. Tidak hanya mempengaruhi Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ), juga memberikan Spiritual Quotient (SQ) pada bayi.
Kesimpulan ini merupakan penelitian Suciati dari STAIN Kudus, Jawa Tengah berjudul The Impact of Prenatal Education Through Stimulating Quran’s Recitatio On Child’s Growth (Pengaruh Pendidikan Pralahir Melalui Stimulasi Bacaan Al Quran Terhadap Tumbuh Kembang Anak). (Qudus International Journal of Islamic Studies, Volume 3, Issue 2, August 2015).
Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an menunjukkan respon tersenyum dan menjadi lebih tenang.
Ada banyak kemuliaan dan kebaikan yang ada dalam al-Qur’an. Salah satunya adalah al-Qur’an dapat merangsang perkembangan otak anak dan meningkatkan intelegensinya.
Penelitian menunjukkan, bacaan al-Qur’an yang dibaca dengan tartil yang bagus dan sesuai dengan tajwid memiliki frekuensi dan panjang gelombang yang mampu mempengaruhi otak secara positif dan mengembalikan keseimbangan dalam tubuh.
Jika musik Mozart saja menjadi rujukan Barat untuk mencerdaskan bayi, mengapa umat Islam malas memperdengarkan Al-Quran kepada calon anak-anak kita sejak di kandungan?
Baca juga: YPSA Buka Pendaftaran Ujian Cambridge IGCSE Dan GCE Periode Mei/Juni 2023
*hidayatullah, Wallahu ‘alam bissawab